A. Perbedaan Prasangka dan Diskriminasi
A.1. Sebab-sebab Timbulnya Prasangka dan Diskriminasi
(a) Berlatar belakang sejarah
(b) Dilatarbelakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situasional
(c) Bersumber dari faktor kepribadian
(d) Berlatar belakang dari perbedaan keyakinan, kepercayaan dan agama
A.2. Daya Upaya Untuk Mengurangi Prasangka dan Diskriminasi
(a) Perbaikan Kondisi Sosial Ekonomi
(b) Perluasan Kesempatan Belajar
(c) Sikap Terbuka dan Sikap Lapang
B. Etnosentrisme
Suku bangsa, ras cenderung menganggap budaya mereka sebagai salah suatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alamdan sebagainya. Segala yang berbeda dengan kebudayaan yang mereka miliki dipandang sebagai suatu yang kurang baik,kurang estetis, bertentangan dengan kodrat alam dan sebagainya. Hal-hal yang disebutkan diatas disebut ETNOSENTRISME yaitu,suatu kecenderungan yang menganggap nilai-nilai dan norma-norma kebudayaannya sendiri sebagai suatu yang prima, terbaik, mutlak, dan dipergunakannya sebagai tolak ukur untuk menilai dan membedakannya dengan kebudayaan lain.
Etnosentrisme sepertinya memang merupakan gejala social yang universal,dan sikap yang demikian biasanya dilakukan secara tidak sadar. Dengan demikian etnosentrisme merupakan kecenderungan tak sadar untuk menginterprestasikan atau menilai kelompok lain dengan tolak ukur kebudayaannya sendiri. Akibatnya etnosentrisme penampilan yang etnosentrik, dapat menjadi penyebab utama kesalah pahaman dalam komunikasi. Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikap dasar Chauvinisme pernah dianut oleh orang-orang Jerman pada zaman NAZI Hitler. Mereka merasa dirinya lebih superior, lebih unggul dari bangsa-bangsa lain,dan memandang bangsa lain sebagai inferior, lebih rendah, nista dsb.
Daftar Pustaka
Herwantiyoko dan Katuk F Neltje , 1997 , MKDU Ilmu Sosial Dasar karya , Gunadarma.
http://kompi21.blogspot.com/2011/11/prasangka-dan-diskriminasi.html
Senin, 31 Desember 2012
9. Agama dan Masyarakat
A. Agama dan Masyarakat
1) Fungsi Agama
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c. Fungsi pengawasan sosial (social control)
Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik)dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari sistem hukum Negara modern.
d. Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. O’Dea menuliskan enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:
1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara ibadat.
3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5. Pemberi identitas diri.
6. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi intinya hampir sama. Menurutnya fungsi agama dan masyarakat itu adalah edukatif, penyelamat, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
2) Pelembagaan Agama
a. Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok keagamaan adalah sama.
b. Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara tertentu.
c. Masyarakat- masyarakat industri sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Daftar Pustaka
Herwantiyoko dan Katuk F Neltje , 1997 , MKDU Ilmu Sosial Dasar karya , Gunadarma.
http://bennydaniarsa.blog.fisip.uns.ac.id/2011/03/13/agama-dan-masyarakat/
http://condrokacon.wordpress.com/2012/11/27/bab-ix-agama-dan-masyarakat/
1) Fungsi Agama
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahakan secara empiris karena adanya keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a. Fungsi edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.
b. Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.
c. Fungsi pengawasan sosial (social control)
Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik)dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari sistem hukum Negara modern.
d. Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalism, komunisme, dan sosialisme.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e. Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan menurut Thomas F. O’Dea menuliskan enam fungsi agama dan masyarakat yaitu:
1. Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
2. Sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara ibadat.
3. Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
4. Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
5. Pemberi identitas diri.
6. Pendewasaan agama.
Sedangkan menurut Hendropuspito lebih ringkas lagi, akan tetapi intinya hampir sama. Menurutnya fungsi agama dan masyarakat itu adalah edukatif, penyelamat, pengawasan sosial, memupuk persaudaraan, dan transformatif.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
2) Pelembagaan Agama
a. Masyarakat yang Terbelakang dan Nilai-nilai Sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok keagamaan adalah sama.
b. Masyarakat-masyarakat Praindustri yang Sedang Berkembang
Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara tertentu.
c. Masyarakat- masyarakat industri sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.
Daftar Pustaka
Herwantiyoko dan Katuk F Neltje , 1997 , MKDU Ilmu Sosial Dasar karya , Gunadarma.
http://bennydaniarsa.blog.fisip.uns.ac.id/2011/03/13/agama-dan-masyarakat/
http://condrokacon.wordpress.com/2012/11/27/bab-ix-agama-dan-masyarakat/
8. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kemiskinan
A. Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Kemiskinan
1) Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia . Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari istemologepi.
2) Teknologi
Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Dalam memasuki Era Industrialisasi, pencapaiannya sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi karena teknologi adalah mesin penggerak pertumbuhan melalui industri.
Sebagian beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru. namun, teknologi itu telah berumur sangat panjang dan merupakan suatu gejala kontemporer. Setiap zaman memiliki teknologinya sendiri.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Rasionalistas
b. Artifisialitas
c. Otomatisme
d. Teknis berkembang pada suatu kebudayaan
e. Mononisme
f. Universalisme
g. Otonomi
3) Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Nilai
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu diatas, berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah (epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (èkegiatan meyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; sehingga kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau deduksi-hipotesis-verifikasi).
Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertasi mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa pembalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para Nabi atau UtusanNya).
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga) komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat kaitannya dengan nilai moral yaitu:
1. Ontologis (Objek Formal Pengetahuan)
Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya
2. Epistemologis
Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
3. Aksiologis
Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan:
1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Nampaknya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan \u201cpelacuran\u201d dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
4) Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dB. (Emil Salim, Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal:
(1) persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan,
(2) posisi manusia dalam lingkungan sekitar, dan
(3) kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan, dsb.
b. tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha:
c. tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
d. kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas self employed, berusaha apa saja;
e. banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
Daftar Pustaka
Herwantiyoko dan Katuk F Neltje , 1997 , MKDU Ilmu Sosial Dasar karya , Gunadarma.
http://tugasteknikmesin.blogspot.com/2011/12/definisi-ilmu-pengetahuan.html
http://ditryfitrian.blogspot.com/2010/11/bab-8-ilmu-pengetahuan-teknologi-dan.html
http://furikurniati.webs.com/tugasisd8.htm
1) Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia . Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari istemologepi.
2) Teknologi
Teknologi adalah metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan atau dapat pula diterjemahkan sebagai keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Dalam memasuki Era Industrialisasi, pencapaiannya sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi karena teknologi adalah mesin penggerak pertumbuhan melalui industri.
Sebagian beranggapan teknologi adalah barang atau sesuatu yang baru. namun, teknologi itu telah berumur sangat panjang dan merupakan suatu gejala kontemporer. Setiap zaman memiliki teknologinya sendiri.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Rasionalistas
b. Artifisialitas
c. Otomatisme
d. Teknis berkembang pada suatu kebudayaan
e. Mononisme
f. Universalisme
g. Otonomi
3) Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Nilai
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu diatas, berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah (epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (èkegiatan meyusun tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; sehingga kegiatannya disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau deduksi-hipotesis-verifikasi).
Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertasi mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa pembalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para Nabi atau UtusanNya).
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga) komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat kaitannya dengan nilai moral yaitu:
1. Ontologis (Objek Formal Pengetahuan)
Ontologis dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya
2. Epistemologis
Epistemologis seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
3. Aksiologis
Aksiologis adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Kaitan ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan:
1. Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2. Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Nampaknya ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan \u201cpelacuran\u201d dibidang ilmu dan teknologi dengan mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
4) Kemiskinan
Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok. dikatakan berada di bawah garis kemiskinan apabila pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti pangan, pakaian, tempat berteduh, dB. (Emil Salim, Kemiskinan merupakan tema sentral dari perjuangan bangsa, sebagai inspirasi dasar dan perjuangan akan kemerdekaan bangsa, dan motivasi fundamental dari cita-cita menciptakan masyarakat adil dan makmur.
Garis kemiskinan, yang menentukan batas minimum pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok, bisa dipengaruhi oleh tiga hal:
(1) persepsi manusia terhadap kebutuhan pokok yang diperlukan,
(2) posisi manusia dalam lingkungan sekitar, dan
(3) kebutuhan objektif manusia untuk bisa hidup secara manusiawi.
Atas dasar ukuran ini maka mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. tidak memiliki faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, keterampilan, dsb.
b. tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha:
c. tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan;
d. kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas self employed, berusaha apa saja;
e. banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampilan.
Daftar Pustaka
Herwantiyoko dan Katuk F Neltje , 1997 , MKDU Ilmu Sosial Dasar karya , Gunadarma.
http://tugasteknikmesin.blogspot.com/2011/12/definisi-ilmu-pengetahuan.html
http://ditryfitrian.blogspot.com/2010/11/bab-8-ilmu-pengetahuan-teknologi-dan.html
http://furikurniati.webs.com/tugasisd8.htm
7. Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan
1) Masyarakat Perkotaan, Aspek-Aspek Positif dan Negatif
A. Pengertian Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
Selo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Menurut J.L. Gilin dan J.P. Gilin, Masyarakat adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang sama.
Max Weber menjelaskan pengertian masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
Menurut sosiolog Emile Durkheim, masyarakat adalah suatu kenyataan objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
Karl Marx berpendapat bahwa Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
Masyarakat menurut M.J. Herskovits adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
Koentjaraningrat (1994) menjabarkan definisi masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
Ralph Linton (1968), masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial.
B. Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :
1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2) Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.
3) Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
5) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan.
6) Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka pentingnya factor waktu bagi warga kota.
7) Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
C. Perbedaan Desa dan Kota
Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.
Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi sosial.
Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan pelapisan sosial yang tak resmi antara masyarakat desa dan kota:
- Pada masyarakat kota aspek kehidupannya lebih banyak sistem pelapisannya dibandingkan dengan di desa.
- Pada masyarakat desa kesenjangan antara kelas eksterm dalam piramida sosial tidak terlalu besar dan sebaliknya.
- Masyarakat perdesaan cenderung pada kelas tengah.
Mobilitas Sosial.
Mobilitas berkaitan dgn perpindahan yg disebabkan oleh pendidikan kota yg heterogen, a.terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan.
b.banyak penduduk yg pindah kamar atau rumah
c.waktu yg tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian per satuan
d.bepergian setiap hari di dalam atau di luar
e.waktu luang di kota lbih sedikit dibandingkan di daerah perdesaan Interaksi Sosial.
f.masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya
g.dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif
Pengawasan Sosial.
Di kota pengawasan lebih bersifat formal, pribadi dan peraturan lbh menyangkut masalah pelanggaran
Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah perdesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota
Standar Kehidupan
Di kota tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, di desa tidak demikian
Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial pada masyarakat perdesaan dan perkotaan banyak ditentukan oleh masingmasing faktor yang berbeda
Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan system nilai di desa dengan di kota berbeda dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara dan norma yang berlaku
2) Hubungan Desa dan Kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan
Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.
3) Aspek Positif dan Negatif
a. Wisma, untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
b. Karya, untuk penyediaan lapangan kerja.
c. Marga, untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
d. Suka, untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
e. Penyempurnaan, untuk fasilitas keagamaan, pemakaman, pendidikan, dan utilitas umum.
4) Masyarakat Pedesaan
A. Pengertian Desa/Pedesaan
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuatsesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya.
B. Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
a) Konflik
b) Kontraversi
c) Kompetisi
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
C. Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia
Para ahli disinyalir bahwa dikalangan petani pedesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang hidup dan bersifat religio-magis. Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain adalah:
1. Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidup itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan sembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa. Bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
2. Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukannya.
3. Mereka berorientasi pada masa sekarang, kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
4. Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya meruakan sesuatu yang harus wajib diterima. Mereka cukup dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
5. Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.
D. Unsur-Unsur Desa
1. Unsur Lokasi
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaanya, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat merupakan Unsur Lokasi desa
2. Unsur Penduduk
Meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
3. Unsur Tata Kehidupan
Meliputi Pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat desa (rural society)
4. Unsur Letak
Letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau pusat keramaian. Namun desa-desa pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang lebih banyak dari pada desa-desa dipedalaman. Unsur Letak menentukan besar kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah lainnya. Desa yang terletak jauh dari batasan kota mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas. Ini disebabkan karena penggunaan tanahnya lebih banyak dititikberatkan pada tanaman pokok dan beberapa tanaman perdagangan daripada gedung-gedung atau perumahan.
Unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan hidup
E. Fungsi Desa
(1) Homogenitas Sosial
(2) Hubungan Primer
(3) Kontrol Sosial yang Ketat
(4) Gotong Royong
(5) Ikatan Sosial
(6) Magis Religius
(7) Pola Kehidupan
5)Urbanisasi dan Urbanisme
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Secara umum, urbanisme adalah fokus pada kota dan daerah perkotaan, geografi, ekonomi, politik, karakteristik sosial, serta efek pada, dan disebabkan oleh, lingkungan dibangun.
“Urbanisme” dalam arti lebih luas juga akan mencakup studi tentang interaksi antara kota dan pedalaman pedesaan. Tidak ada kota bisa eksis tanpa pedalaman untuk memasok itu, tetapi, karena teknologi komunikasi, pedalaman ini mungkin kurang mudah untuk mengidentifikasi dari itu di pra-industri, masyarakat agraris, dan selanjutnya konsepsi tentang bagaimana pedalaman tersebut berhubungan dengan kota mungkin perubahan sepanjang sejarah. Di Kekaisaran Romawi dan Yunani kuno), misalnya, municipium dan polis dianggap terdiri dari kedua pusat “kota” dan pedalaman, dengan mana mereka membentuk satu kesatuan sosial, politik dan ekonomi terpadu.
Kata ini urbanisme juga digunakan sebagai pelengkap kualitatif dengan deskripsi bentuk berbagai perkotaan dan pedesaan, yakni, urbanisme informal, urbanisme baru, urbanisme mandiri, urbanisme berkelanjutan, urbanisme terpusat atau desentralisasi, urbanisme neo-tradisional, dan urbanisme transisi.
6) Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyakarat Perkotaan
1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian
3. Ukuran Komunitas
4. Kepadatan Penduduk
5. Homogenitas dan Heterogenitas
6. Diferensiasi Sosial
7. Pelapisan Sosial
8. Mobilitas Sosial
9. Interaksi Sosial
10. Pengawasan Sosial
11. Pola Kepemimpina
12. Standar Kehidupan
13. Kesetiakawanan Sosial
14. Nilai dan Sistem Nilai
Daftar Pustaka
Herwantiyoko dan Katuk F Neltje , 1997 , MKDU Ilmu Sosial Dasar karya , Gunadarma.
http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/03/pengertian-masyarakat.html
http://maliqren.wordpress.com/2010/11/19/masyarakat-perkotaan/
http://zakariazeky.wordpress.com/2012/02/02/bab-7-masyarakat-perkotaan-dan-masyarakat-pedesaan/
http://achmadsaugi.wordpress.com/2009/12/11/masyarakat-perkotaan-dan-pedesaan/
http://furikurniati.webs.com/tugasisd6.htm
http://rirooyyy.blogspot.com/2012/01/masyarakat-pedesaan-dan-perkotaan.html
A. Pengertian Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut.
Selo Soemardjan, Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
Menurut J.L. Gilin dan J.P. Gilin, Masyarakat adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang sama.
Max Weber menjelaskan pengertian masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.
Menurut sosiolog Emile Durkheim, masyarakat adalah suatu kenyataan objektif
individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
Karl Marx berpendapat bahwa Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.
Masyarakat menurut M.J. Herskovits adalah kelompok individu yang diorganisasikan dan mengikuti suatu cara hidup tertentu.
Koentjaraningrat (1994) menjabarkan definisi masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama.
Ralph Linton (1968), masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial.
B. Masyarakat Perkotaan
Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota, yaitu :
1) Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
2) Orang-orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang-orang lain.
3) Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
4) Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa.
5) Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan.
6) Jalan kehidupan yang cepat dikota-kota, mengakibatka pentingnya factor waktu bagi warga kota.
7) Perubahan-perubahan social tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
C. Perbedaan Desa dan Kota
Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.
Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi di dalam diferensiasi sosial.
Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
Ada beberapa perbedaan pelapisan sosial yang tak resmi antara masyarakat desa dan kota:
- Pada masyarakat kota aspek kehidupannya lebih banyak sistem pelapisannya dibandingkan dengan di desa.
- Pada masyarakat desa kesenjangan antara kelas eksterm dalam piramida sosial tidak terlalu besar dan sebaliknya.
- Masyarakat perdesaan cenderung pada kelas tengah.
Mobilitas Sosial.
Mobilitas berkaitan dgn perpindahan yg disebabkan oleh pendidikan kota yg heterogen, a.terkonsentrasinya kelembagaan-kelembagaan.
b.banyak penduduk yg pindah kamar atau rumah
c.waktu yg tersedia bagi penduduk kota untuk bepergian per satuan
d.bepergian setiap hari di dalam atau di luar
e.waktu luang di kota lbih sedikit dibandingkan di daerah perdesaan Interaksi Sosial.
f.masyarakat pedesaan lebih sedikit jumlahnya
g.dalam kontak sosial berbeda secara kuantitatif maupun secara kualitatif
Pengawasan Sosial.
Di kota pengawasan lebih bersifat formal, pribadi dan peraturan lbh menyangkut masalah pelanggaran
Pola Kepemimpinan
Menentukan kepemimpinan di daerah perdesaan cenderung banyak ditentukan oleh kualitas pribadi dari individu dibandingkan dengan kota
Standar Kehidupan
Di kota tersedia dan ada kesanggupan dalam menyediakan kebutuhan tersebut, di desa tidak demikian
Kesetiakawanan Sosial
Kesetiakawanan sosial pada masyarakat perdesaan dan perkotaan banyak ditentukan oleh masingmasing faktor yang berbeda
Nilai dan Sistem Nilai
Nilai dan system nilai di desa dengan di kota berbeda dan dapat diamati dalam kebiasaan, cara dan norma yang berlaku
2) Hubungan Desa dan Kota
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan uang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan
Kota tergantung desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota.
Sebaliknya, kota menghasilkan barang-barang yg juga diperlukan oleh orang desa, kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh orang desa.
3) Aspek Positif dan Negatif
a. Wisma, untuk tempat berlindung terhadap alam sekelilingnya.
b. Karya, untuk penyediaan lapangan kerja.
c. Marga, untuk pengembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
d. Suka, untuk fasilitas hiburan, rekreasi, kebudayaan, dan kesenian.
e. Penyempurnaan, untuk fasilitas keagamaan, pemakaman, pendidikan, dan utilitas umum.
4) Masyarakat Pedesaan
A. Pengertian Desa/Pedesaan
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuatsesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebgai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :
Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
Masyarakat tersebut homogen, deperti dalam hal mata pencaharian, agama, adapt istiadat, dan sebagainya.
B. Hakikat dan Sifat Masyarakat Pedesaan
a) Konflik
b) Kontraversi
c) Kompetisi
d) Kegiatan pada Masyarakat Pedesaan
C. Sistem Nilai Budaya Petani Indonesia
Para ahli disinyalir bahwa dikalangan petani pedesaan ada suatu cara berfikir dan mentalitas yang hidup dan bersifat religio-magis. Sistem nilai budaya petani Indonesia antara lain adalah:
1. Para petani di Indonesia terutama di Jawa pada dasarnya menganggap bahwa hidup itu sebagai sesuatu hal yang buruk, penuh dosa, kesengsaraan. Tetapi itu tidak berarti bahwa ia harus menghindari hidup yang nyata dan menghindarkan diri dengan sembunyi di dalam kebatinan atau dengan bertapa. Bahkan sebaliknya wajib menyadari keburukan hidup itu dengan jelas berlaku prihatin dan kemudian sebaik baiknya dengan penuh usaha atau ikhtiar.
2. Mereka beranggapan bahwa orang bekerja itu untuk hidup, dan kadang-kadang untuk mencapai kedudukannya.
3. Mereka berorientasi pada masa sekarang, kurang memperdulikan masa depan, mereka kurang mampu untuk itu. Bahkan kadang-kadang ia rindu masa lampau, mengenang kekayaan masa lampau (menanti datangnya kembali sang ratu adil yang membawa kekayaan bagi mereka).
4. Mereka menganggap alam tidak menakutkan bila ada bencana alam atau bencana lain itu hanya meruakan sesuatu yang harus wajib diterima. Mereka cukup dengan menyesuaikan diri dengan alam, kurang adanya usaha untuk menguasainya.
5. Dan untuk menghadapi alam mereka cukup dengan hidup bergotong royong, mereka sadar bahwa dalam hidup itu pada hakikatnya tergantung kepada sesamanya.
D. Unsur-Unsur Desa
1. Unsur Lokasi
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaanya, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat merupakan Unsur Lokasi desa
2. Unsur Penduduk
Meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
3. Unsur Tata Kehidupan
Meliputi Pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat desa (rural society)
4. Unsur Letak
Letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau pusat keramaian. Namun desa-desa pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang lebih banyak dari pada desa-desa dipedalaman. Unsur Letak menentukan besar kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah lainnya. Desa yang terletak jauh dari batasan kota mempunyai tanah-tanah pertanian yang luas. Ini disebabkan karena penggunaan tanahnya lebih banyak dititikberatkan pada tanaman pokok dan beberapa tanaman perdagangan daripada gedung-gedung atau perumahan.
Unsur desa ini tidak lepas satu sama lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan hidup
E. Fungsi Desa
(1) Homogenitas Sosial
(2) Hubungan Primer
(3) Kontrol Sosial yang Ketat
(4) Gotong Royong
(5) Ikatan Sosial
(6) Magis Religius
(7) Pola Kehidupan
5)Urbanisasi dan Urbanisme
Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.
Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
Secara umum, urbanisme adalah fokus pada kota dan daerah perkotaan, geografi, ekonomi, politik, karakteristik sosial, serta efek pada, dan disebabkan oleh, lingkungan dibangun.
“Urbanisme” dalam arti lebih luas juga akan mencakup studi tentang interaksi antara kota dan pedalaman pedesaan. Tidak ada kota bisa eksis tanpa pedalaman untuk memasok itu, tetapi, karena teknologi komunikasi, pedalaman ini mungkin kurang mudah untuk mengidentifikasi dari itu di pra-industri, masyarakat agraris, dan selanjutnya konsepsi tentang bagaimana pedalaman tersebut berhubungan dengan kota mungkin perubahan sepanjang sejarah. Di Kekaisaran Romawi dan Yunani kuno), misalnya, municipium dan polis dianggap terdiri dari kedua pusat “kota” dan pedalaman, dengan mana mereka membentuk satu kesatuan sosial, politik dan ekonomi terpadu.
Kata ini urbanisme juga digunakan sebagai pelengkap kualitatif dengan deskripsi bentuk berbagai perkotaan dan pedesaan, yakni, urbanisme informal, urbanisme baru, urbanisme mandiri, urbanisme berkelanjutan, urbanisme terpusat atau desentralisasi, urbanisme neo-tradisional, dan urbanisme transisi.
6) Perbedaan Masyarakat Pedesaan dengan Masyakarat Perkotaan
1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam
2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian
3. Ukuran Komunitas
4. Kepadatan Penduduk
5. Homogenitas dan Heterogenitas
6. Diferensiasi Sosial
7. Pelapisan Sosial
8. Mobilitas Sosial
9. Interaksi Sosial
10. Pengawasan Sosial
11. Pola Kepemimpina
12. Standar Kehidupan
13. Kesetiakawanan Sosial
14. Nilai dan Sistem Nilai
Daftar Pustaka
Herwantiyoko dan Katuk F Neltje , 1997 , MKDU Ilmu Sosial Dasar karya , Gunadarma.
http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/03/pengertian-masyarakat.html
http://maliqren.wordpress.com/2010/11/19/masyarakat-perkotaan/
http://zakariazeky.wordpress.com/2012/02/02/bab-7-masyarakat-perkotaan-dan-masyarakat-pedesaan/
http://achmadsaugi.wordpress.com/2009/12/11/masyarakat-perkotaan-dan-pedesaan/
http://furikurniati.webs.com/tugasisd6.htm
http://rirooyyy.blogspot.com/2012/01/masyarakat-pedesaan-dan-perkotaan.html
Langganan:
Postingan (Atom)